Wacana
Ilmiah
Karya Ilmiah adalah
karya tulis yang disusun oleh seorang penulis berdasarkan hasil-hasil
penelitian ilmiah yang telah dilakukannya. adapun pengertian lain tentang kara
ilmiah dimana dikatakan bahwa karya ilmiah (scientific paper) adalah laporan
tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang
telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika
keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.
contoh wacana ilmiah
adalah makalah, artikel, laporan praktikum, skripsi, tesis, dan disertasi.
Apa itu MS-DOS?
MS-DOS, singkatan dari
Microsoft Disk Operating System, adalah sebuah sistem operasi yang sangat
banyak digunakan oleh komputer IBM-PC atau yang kompatibel dengannya. Microsoft
membuat MS-DOS sebagai sebuah sistem operasi mainstream, sebelum pada akhirnya
menghentikan dukungan MS-DOS secara perlahan ketika mereka membuat sebuah
sistem operasi berbasis antarmuka grafis (dikenal juga dengan sebutan GUI)
untuk pasar mainstream, yang disebut sebagai Microsoft Windows.
MS-DOS dirilis pertama
kali pada tahun 1981, dan seiring dengan waktu, Microsoft pun meluncurkan versi
yang lebih baru dari MS-DOS. Tidak kurang hingga delapan kali Microsoft meluncurkan
versi-versi baru MS-DOS dari tahun 1981 hingga Microsoft menghentikan dukungan
MS-DOS pada tahun 2000. MS-DOS merupakan salah satu kunci keberhasilan
Microsoft dalam memproduksi perangkat lunak, dari sebuah perusahaan kecil
pembuat bahasa pemrograman saat didirikan hingga menjadi sebuah perusahaan
perangkat lunak yang seolah menguasai dunia.
MS-DOS sebenarnya
dibuat oleh sebuah perusahaan pembuat komputer, yang bernama Seattle Computer
Products (SCP) yang dikepalai oleh Tim Paterrson yang belakangan direkrut oleh
Microsoft untuk mengembangkan DOS pada tahun 1980 sebagai sebuah perangkat
lunak sistem operasi dengan nama Q-DOS (singkatan dari Quick and Dirty
Operating System), yang selanjutnya diubah namanya menjadi 86-DOS, karena Q-DOS
didesain agar dapat berjalan pada komputer dengan prosesor Intel 8086.
Microsoft pun membeli lisensinya dengn harga 50.000 dolar Amerika dari SCP,
lalu mengubah namanya menjadi MS-DOS. Selanjutnya, saat IBM hendak meluncurkan
komputer pribadi yang disebut dengan IBM PC, Microsoft pun menjual lisensi
MS-DOS kepada IBM.
Wacana
Semi Ilmiah
Wacana semi ilmiah
adalah penulisan yang tidak terikat Bahasa Indonesa baku lisan, sehingga
berkemungkinan besar terjadinya penghilangan kalimat. Tapi tidak mengurangi
ciri bakunya, namun pemilihan kata dan bentuk kata dserta kelengkapan
unsur-unsur di dalam struktur kalimat mempengaruhi dalam memahami makna
gagasan. Contoh atrikel, editorial.
Contoh wacana semi
ilmiah dalam sebuah editorial
Koran Korsel Minta
Samsung Berhenti Jadi Pencontek
TEMPO.CO, Seoul -
Samsung perlu menjadi "penggerak pertama" dan menciptakan gadget baru
sendiri, menurut sebuah editorial yang diterbitkan oleh JoongAng Ilbo, salah
satu koran terbesar Korea Selatan. Jika tidak, mereka akan selalu dalam risiko terjerat
dalam sengketa paten.
Baru-baru ini, produsen
elektronik terbesar di Korea Selatan ini kalah dalam gugatan paten melawan
Apple di pengadilan New York. Perusahaan ini diwajibkan membayar ganti rugi US$
1,05 miliar dolar AS.
Media Business Insider
mencatat, strategi cepat Samsung dalam mencontek ditemukan dalam kategori lain
produk mereka. Sebagai contoh,New York Times mencatat, Samsung menunggu harga
LCD turun, kemudian membuat taruhan besar pada teknologi itu dan melemahkan
Sony dan saingan lainnya di pasar TV layar datar.
Cara ini, kata Business
Insider, tidak akan bekerja saat litigasi paten memanas. "Jadi Samsung
harus menjadi lebih dari penemu jika ingin
berada di bagian atas produsen penghasil gadget," tulis JoongAng
Ilbo.
Dalam editorial yang
lain, JoongAng Ilbo memberikan saran, antara lain mendorong lebih banyak
startup seperti Facebook untuk mengatasi kurangnya inovasi dalam perekonomian
Korea.
Wacana
Non Ilmiah
Wacana non ilmiah
adalah penulisan yang tidak terikat dalam ragam bahasa baku.
Contoh anekdot, opini,
reportase, cerpen.
Contoh wacana
non-ilmiah dalam sebuah cerpen
*Satu Orang Satu Pohon*
/*Cerpen Dewi Lestari*/
Ada yang tidak beres
dalam perjalanan saya menuju Jakarta. Di sepanjang
jalan menuju gerbang
tol Pasteur, saya melihat pokok-pokok palem dalam
kondisi
terpotong-potong, tersusun rapi di sanasini, apakah ini jualan
khas Bandung yang
paling baru? Sayup, mulai terdengar bunyi mesin
gergaji. Barulah saya
tersadar. Sedang dilakukan penebangan pohon
rupanya. Dari diameter
batangnya, saya tahu pohon-pohon itu bukan anak
kemarin sore. Mungkin
umurnya lebih tua atau seumur saya. Pohon palem
memang pernah jadi
hallmark Jalan Pasteur, tapi tidak lagi. Setidaknya
sejak hari itu.
Hallmark Pasteur hari
ini adalah jalan layang, Giant, BTC, Grand Aquila,
dan kemacetan luar
biasa. Bukan yang pertama kali penebangan
besar-besaran atas
pohon-pohon besar dilakukan di kota kita. Seribu
bibit jengkol pernah
dipancangkan sebagai tanda protes saat pohon-pohon
raksasa di Jalan
Prabudimuntur habis ditebangi. Jalan Suci yang dulu
teduh juga sekarang
gersang. Kita menjerit sekaligus tak berdaya.
Bukankah harus ada
harga yang dibayar demi pembangunan dan kemakmuran
Bandung? Demi jumlah
penduduknya yang membuncah? Demi kendaraan yang
terus membeludak? Demi
mobil plat asing yang menggelontori jalanan
setiap akhir pekan?
Beda dengan sebagian warganya, pohon tidak akan
protes sekalipun
ratusan tahun hidupnya disudahi dalam tempo sepekan.
Pastinya lebih mudah
menebang pohon daripada menyumpal mulut orang.
Seorang arsitek
legendaris Bandung pernah berkata, lebih baik ia memeras
otak untuk mendesain
sesuai kondisi alam ketimbang harus menebang satu
pohon saja, karena
bangunan dapat dibangun dan diruntuhkan dalam
sekejap, tapi pohon
membutuhkan puluhan tahun untuk tumbuh sama besar.
Sayangnya, pembangunan
kota ini tidak dilakukan dengan paham yang sama.
Para pemimpin dan
perencana kota ini lupa, ukuran keberhasilan sebuah
kota bukan kemakmuran
dadakan dan musiman, melainkan usaha panjang dan
menyicil agar kota ini
punya lifetime sustainability sebagai tempat
hidup yang layak dan
sehat bagi penghuninya. Bandung pernah mengeluh
kekurangan 650.000
pohon, tapi di tangannya tergenggam gergaji yang
terus menebang.
Tidakkah ini aneh? Tak heran, rakyat makin seenaknya,
yang penting dagang dan
makmur. Bukankah itu contoh yang mereka dapat?
Yang penting proyek
‘basah’ dan kocek tambah tebal. Proyek hijau mana
ada duitnya, malah
keluar duit. Lebih baik ACC pembuatan mall atau trade
centre. Menjadi kota
metropolis seolah-olah pilihan tunggal. Kita tidak
sanggup berhenti
sejenak dan berpikir, adakah identitas lain, yang
mungkin lebih baik dan
lebih bijak, dari sekadar menjadi metropolitan
baru? Saya percaya
perubahan bisa dilakukan dari rumah sendiri, tanpa
harus tunggu
siapa-siapa. Jika kita percaya dan prihatin Bandung
kekurangan pohon,
berbuatlah sesuatu. Kita bisa mulai dengan Gerakan
Satu Orang Satu Pohon.
Hitung jumlah penghuni
rumah Anda dan tanamlah pohon sebanyak itu. Tak
adanya pekarangan bukan
masalah, kita bisa pakai pot, ember bekas, dsb.
Mereka yang punya lahan
lebih bisa menanam jumlah yang lebih juga.
Anggaplah itu sebagai
amal baik Anda bagi mereka yang tak bisa atau tak
mau menanam. Pesan
moralnya sederhana, kita bertanggung jawab atas
suplai oksigen
masing-masing. Jika pemerintah kota ini tak bisa memberi
kita paru-paru kota
yang layak, tak mampu membangun tanpa menebang
pohon, mari perkaya
oksigen kita dengan menanam sendiri.
Ajarkan ini kepada
anak-anak kita. Tumbuhkan sentimen mereka pada
kehidupan hijau. Bukan
saja anak kucing yang bisa jadi peliharaan lucu,
mereka juga bisa punya
pohon peliharaan yang terus menemani mereka
hingga jadi orangtua.
Mertua saya punya impian itu. Di depan rumah yang
baru kami huni, ia
menanam puluhan tanaman kopi. Beliau berharap cucunya
kelak akan melihat
cantiknya pohon kopi, dengan atau tanpa dirinya.
Sentimen sederhananya
tidak hanya membantu merimbunkan Bukit Ligar yang
gersang, ia juga telah
membuat hallmark memori, antara dia dan cucunya,
lewat pohon kopi. Kota
ini boleh jadi amnesia. Demi wajahnya yang baru
(dan tak cantik),
Bandung memutus hubungan dengan sekian ratus pohon
yang menyimpan tak
terhitung banyaknya memori. Kota ini boleh jadi
menggersang. Jumlah
taman bisa dihitung jari, kondisinya tak menarik
pula. Namun mereka yang
hidup di kota ini bisa memilih bangun dan tak
ikut amnesia. Hati
mereka bisa dijaga agar tidak ikut gersang.
Rumah kita masih bisa
dirimbunkan dengan pohon dan aneka tanaman. Besok,
atau lusa, siapa tahu?
Bandung tak hanya beroleh 650.000 pohon baru,
melainkan jutaan pohon
dari warganya yang tidak memilih diam.
Sumber :