Pages

Thursday, January 24, 2013

Tulisan AGAMA DAN MASYARAKAT

                        Pendidikan Agama dan Multikulturalisme
 
Belakangan ini isu kekerasan keagamaan masih saja menghantui kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama melalui aksi pemaksaan kehendak untuk diikuti kelompok lain di luarnya. Kenyataan tersebut jelas terlihat dalam aksi anarkis beberapa Ormas keagamaan semacam Front Pembela Islam (FPI) di berbagai daerah dalam memaksakan kebenarannya.
Tindakan kekerasan dengan dalih penertiban merupakan kausalitas dari posisi negara yang tidak mampu memerankan posisi strategis. Hubungan tersebut adalah ketidakmampuan dalam menjamin kesejahteraan ekonomi masyarakat, tidak profesionalnya aparat penegak hukum dengan sikap yanglembek, dan pemahaman doktrin keagamaan yang mendasarkan pada teks tanpa semangat mengintegrasikan dengan dunia realitas yang plural sekaligus berintegrasi dengan globalisasi.
Dalam pendidikan selama ini, peserta didik dan pendidik sama sekali tidak memiliki kesempatan dan ruang ekspresi kebebasan dalam menempa jati diri masa depan. Kedua subjek pendidikan itu dipaksa menjadi robot untuk menghafal segala rumus bahkan menghafal semua materi pelajaran yang diujikan, termasuk teks-teks kitab rujukan pembelajaran. Mulai dari sekolah tingkat terendah sampai menengah atas, semangat berfikir pragmatis dan instan serta sekadar menghafal tanpa ada ruang menganalisis, menjelma menjadi budaya belajar generasi saat ini.
Konsekuensinya, pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang menjadikan peserta didik aktif mengembangkan potensi diri, baik potensi keagamaan, emosi, moral, dan kreativitas, menjadi gagal. Satu kunci dalam problem pendidikan semacam ini adalah karena ketiadaan aspek pembebasan dalam ruang belajar, atau tiadanya dimensi kemanusiaan dalam pendidikan.
Persoalan pendidikan semacam itu berlanjut dengan tumbuhnya generasi yang tidak memiliki nilai-nilai dasar seperti keteguhan dalam berprinsip, solidaritas sosial, dan toleran terhadap perbedaan, karena semua diseragamkan dalam satuan sistem, yaitu eksakta lulus dan tidak lulus, pintar dan bodoh, atau bermutu dan tidak bermutu. Segala hasil dari proses pendidikan hanya diukur berdasarkan skala kuantitatif dan hafalan.
Kecenderungan pola pendidikan itu berimplementasi pada model pergaulan peserta didik yang memasung sekat sosial masing-masing. Komunitas pandai akan bersama dengan orang-orang yang pandai, begitupun peserta didik yang kurang kemampuan intelektualnya akan disisihkan bersama orang-orang yang bodoh lainnya dengan dalih agar lebih mudah dikembangkan tingkat prestasi akademiknya. Dampak psikologis dari pilihan semacam itu adalah anak-anak yang mendendam untuk meruntuhkan sekat sosial yang sengaja memarginalkannya.
Tidak heran, jika produk komunitas terpinggirkan itu akan senantiasa menghiasi forum tawuran pelajar, pemaksaan kehendak, dan penyimpangan sistem sosial lain. Bagi kalangan ini, pendidikan menjelma menjadi media kekecewaan dan arena kesadaran sosial kolektif tentang ketidakadilan yang telah mengekangnya, dan secara tidak langsung tidak menghargai keberadaannya. Ada satu hal yang kiranya sama-sama memiliki andil besar atas terjadinya peristiwa tragis tersebut, yaitu dikembangkannya tradisi pendidikan berupa pendoktrinan materi dan pewarisan budaya, tanpa adanya semangat pembebasan untuk merespon alternatif pemecahan atas problem sosial yang ada.
Kondisi demikian, juga harus terjadi dalam institusi pendidikan Islam, baik di lokalitas Indonesia maupun secara global di kawasan lainnya. Dalam menghadapi perkembangan zaman, eksistensi pendidikan Islam justru dimanfaatkan untuk menjaga normativitas keagamaan. Pendidikan Islam masih terjebak dengan pola-pola konvensional ala Ta’limul Muta’allim karangan az Zarnuji.
Peserta didik dipaksa tunduk dalam pasungan kebenaran tunggal dari pendidik. Pola ini melahirkan model kepandaian “menimbun fakta-fakta” dengan menghafalkannya, tanpa sedikitpun diberikan ruang menganalisis atau sekadar merelasikan dengan problem sosial. Akibatnya, stagnansi pemikiran menjurus pada terbangunnya kebenaran secara turun temurun tanpa memiliki ikatan kesesuaian dengan perkembangan zaman. Hanya ada satu jawaban kebenaran sebagaimana diajarkan guru dan yang sesuai dengan kelompoknya sendiri sehingga berhak menyesatkan kelompok lain. Pada akhirnya bangunan keberagamaan berupa teologi menjadi problem tradisi di masyarakat.
Oleh karenanya, masyarakat tidak mampu berproduksi optimal dalam menghadirkan perubahan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan tantangan zaman, karena adanya hegemoni kebenaran dan klaim sepihak sebagai perusak kemurnian agama atau sekularis, manakala berupaya mengintegrasikan antara agama dan ilmu pengetahuan, atau sekadar mempelajari kebenaran di luar kebenaran yang diyakininya.
Inilah pentingnya memahami paradigma berfikir yang mampu menghargai perbedaan dan dapat dijadikan mitra kerjasama ataupun unsur yang dapat dipersatukan dalam wujud multikulturalisme. Apakah multikulturalisme ada riwayat sejarahnya di masa silam? Bagaimana pendidikan agama mampu merespon beragam perbedaan pemikiran dan tampilan keberagamaan melalui paradigma multikulturalisme?
Menakar Multikulturalisme Dalam Pendidikan Agama?
Tak sulit membayangkan betapa rawannya Indonesia dengan konflik sosial karena beragamnya budaya, suku, bahasa, dan juga agama yang berada di sekitar 17.500 buah pulau dalam 3.200 mil lautan. Bangsa Indonesia kini berjumlah lebih dari 200 juta, mayoritas beragama Islam, dengan pengakuan empat agama lain di luar Islam secara formal.
Agama Hindu sebagian besar berada di Bali dan di ujung timur pulau Jawa seperti Tengger. Katholik kebanyakan bermukim di Nusa Tenggara Timur terutama pulau Flores, kepulauan Kei di Maluku dan Jawa bagian Tengah. Protestan cenderung menyebar di Papua, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Maluku Tengah, dan Maluku bagian tenggara. Sedangkan Kong Hu cu yang biasa dianut oleh etnis China, menetap di kota-kota besar termasuk juga pedalaman.
Demikian juga dalam variasi suku dan ras. Suku Jawa menjadi etnis mayoritas dengan bahasa Jawa. Suku Sunda dengan bahasa Sunda, suku Madura dengan bahasa Madura, suku Melayu dengan bahasa Melayu, termasuk suku kelompok kecil semacam suku Bali, Batak, Minang, Aceh, Dayak, Banjar, Papua, Bugis, Makasar, Badui, dan Toraja.
Dari realita di atas, terbukti bahwa keberbedaan (diversity) dalam kehidupan merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa ditolak. Pada saat ini, paling tidak telah terjadi pertikaian di hampir seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersimbolkan aneka perbedaan. Ironisnya, konflik yang disulut adanya pertentangan agama atau ideologi pemikiran keberagamaan yang masih mendominasi.
Mengembangkan paradigma multikulturalisme melalui dunia pendidikan di era sekarang ini, adalah mutlak segera “dilakukan” terutama atas pendidikan agama di Indonesia demi kedamaian sejati. Pendidikan agama perlu segera menampilkan ajaran agama yang toleran melalui kurikulum pendidikan dengan tujuan menitikberatkan pada pemahaman dan upaya untuk bisa hidup dalam konteks perbedaan agama dan budaya, baik secara individual maupun secara kolompok dan tidak terjebak pada primordialisme dan eklusifisme kelompok agama dan budaya yang sempit.
Pendidikan memiliki peran strategis untuk membangun serta mengembalikan cara berpikir dan sikap peserta didik ke dalam tataran yang mengerti kemajemukan bermasyarakat. Pendidikan yang diselenggarakan haruslah pendidikan yang empati dan simpati terhadap problem kemanusiaan seperti penindasan, kemiskinan, pembantaian, dan sebagainya. Pendidikan agama yang berlangsung bukan sekadar penanaman wacana melalui proses indoktrinasi otak, tetapi melatih terampil beragama dan kesiapan menghadapi masalah konkret dalam masyarakat berupa perbedaan.
Pendidikan agama an sich semacam fiqihtafsir tidak harus bersifat tunggal, namun menggunakan pendekatan lainnya. Ini menjadi sangat penting, karena anak akan senantiasa memiliki pilihan sikap yang jelas atas dua pilihan yang berbeda, dan perbedaan yang ada tentu membutuhkan alasan perbedaannya. Misalnya tentang alas an cara wudhu yang berbeda, atau bisa juga tentang cara membaca satu kata tafsir namun memiliki makna yang banyak.
Untuk mengembangkan kecerdasan sosial berupa proses interaksi sosial, siswa juga harus diberikan materi pengenalan lintas agama atau ideologi tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan program dialog antar agama yang perlu diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Islam. Sebagai contoh, tentang “puasa” yang ternyata juga dilakukan oleh pemeluk agama lain, seperti para bikhsu atau agamawan lain. Program ini menjadi sangat strategis, khususnya untuk memberikan pemahaman kepada siswa bahwa puasa ternyata juga menjadi ritual agama lain. Dengan sendirinya akan berkembang pemahaman bahwa “di luar Islampun ada keselamatan”.
Dalam upaya memahami realitas perbedaan dalam beragama, lembaga-lembaga pendidikan Islam bisa juga menanamkan kepedulian komunitas agama lain dengan saling bekerjasama membersihkan tempat keagamaan, wihara ataupun tempat suci lainnya. Kesadaran multikulturalisme bukan sekadar memahami keberbedaan, namun juga harus ditunjukkan dengan sikap konkrit bahwa sekalipun berbeda keyakinan, namun sama-sama sebagai manusia yang mesti diperlakukan secara manusiawi. Hal ini seperti melatih peserta didik untuk bisa berbagi dengan orang terdekatnya.

Tulisan : Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan

Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan
Berbicara tentang ilmu pengetahuan, teknologi dan kemiskinan yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. siapa yang tidak mengenal Ilmu pengetahuan? Dalam perkembangan zaman ilmu pengetahuan sangat dibutuh kan untuk menunjang perkembangan teknologi yang ada.  Ilmu pengetahuan sekarang ini bisa didapat dari buku- buku, seminar, internet dan lain –lain. Tergantung dari mana kita ingin mencari ilmu tersebut dan untuk apa kita mencarinya??
Perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita rasakan di berbagai bidang. Contohnya sekarang ini banyak di temukan rumus – rumus matematika dan fisika baru yang digunakan dalam penghitungan. Kemudian dalam bidang kimia banyak di temukan unsur – unsur logam baru. Lalu banyak teori –teori baru yang dikembangkan agar mempermudah seseorang mempelajarinya. Ilmu penetahuan yang berkembang tersebut dapat kita jadikan sebagai acuan dalam mengembangkan sebuah teknologi.
Contoh perkembangan teknologi pada alat komunikasi yang biasa kita gunakan. Mulanya alat komunikasi berawal dari telegram, lalu beralik ke telpon kemudian berkembang lagi ke handphone lalu beralih lagi ke smartphone. Setelah itu dari tiap – tiap alat komunikasi berkembang cara mengoperasikan alat tersebut mulai memencet tombol, sensor suara, hingga layar sentuh. Kemungkinan cara mengoperasikan alat tersebut dengan menggunakan fikiran.
Sekarang ini Para ilmuwan memang tengah berlomba menyempurnakan teknologi pembaca pikiran, termasuk para produsen alat komunikasi yang ingin membuatnya lebih mudah digunakan. Sebagai contoh, para ilmuwan ingin agar nantinya pengguna ponsel cukup memikirkan menelepon seseorang ketimbang harus menekan sederet nomor untuk melakukan panggilan. Jadi ktita sebagai pengguna hanya harus memikirkan menelepon seseorang dan itu akan terjadi. Atau Anda bisa mengontrol kursor di layar komputer hanya dengan memikirkan ke arah mana kursor itu akan dipindahkan.
Jadi kita sebagai manusia harus bisa mengikutin perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar kita tidak ketinggalan informasi. Jika kita tidak bisa mengikutinya ada besar kemungkinan kita menjadi orang yang bodoh. Dan orang yang bodoh sangat dekat dengan kemiskinan. Oleh karena itu kita harus bisa belajar dengan cara apa pun.

TULISAN: Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat

Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat

Pertentangan sosial sering kita temui di dalam kehidupan bermasyarakat. Semua itu bisa terjadi dikarenakan perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok yang satu dengan individu atau kelompok yang lainnya. Misalnya saja tawuran, perilaku tersebut sangat sering terjadi dikalangin pelajar maupun warga masyarakat. Biasanya didasari oleh perbedaan kepentingan dan keinginan individu atau kelompok untuk menguasai hal-hal tertentu.

Konflik mengandung pengertian tingkah laku yang lebih luas daripada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar. Terdapat tiga elemen dasar yang merupakan ciri dasar dari suatu konflik, yaitu :
  1. Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagianyang terlibat didalam konflik
  2. Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan
  3. Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.

Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengan kebencian atau permusuhan, konflik dapat terjadi pada lingkungan diri sendiri, kelompok, dan masyarakat.
  • Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi emosi dan dorongan yang antagonistic didalam diri seseorang
  • Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
  • pada taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai an norma-norma kelompok yang bersangkutan berbeda.Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang aa dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Adapun cara pemecahan konflik tersebut :
 1.     Elimination; yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam konflik yagn diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri
 2.    Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya
 3.    Mjority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
 4.    Minority Consent; artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakan untuk melakukan kegiatan bersama
 5.    Compromise; artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah
 6.    Integration; artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak

Masalah besar yang dihadapi Indonesia setelah merdeka adalah integrasi diantara masyarakat yang majemuk. Integrasi bukan peleburan, tetapi keserasian persatuan. Masyarakat majemuk tetap berada pada kemajemukkannya, mereka dapat hidup serasi berdampingan (Bhineka Tunggal Ika), berbeda-beda tetapi merupakan kesatuan. Adapun hal-hal yang dapat menjadi penghambat dalam integrasi:

1. Tuntutan penguasaan atas wilayah-wilayah yang dianggap sebagai miliknya
2. Isu asli tidak asli, berkaitan dengan perbedaan kehidupan ekonomi antar warga negara Indonesia asli dengan keturunan (Tionghoa,arab)
3. Agama, sentimen agama dapat digerakkan untuk mempertajam perbedaan kesukuan
4. Prasangka yang merupakan sikap permusuhan terhadap seseorang anggota golongan tertentu.

Integrasi Sosial adalah merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat menjadi satu kesatuan. Unsur yang berbeda tersebut meliputi perbedaan kedudukan sosial,ras, etnik, agama, bahasa, nilai, dan norma. Syarat terjadinya integrasi sosial antara lain:

• Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan mereka
• Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan bersama mengenai norma dan nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan pedoman
• Nilai dan norma berlaku lama dan tidak berubah serta dijalankan secara konsisten

Integrasi Internasional merupakan masalah yang dialami semua negara di dunia, yang berbeda adalah bentuk permasalahan yang dihadapinya. Menghadapi masalah integritas sebenarnya tidak memiliki kunci yang pasti karena latar belakang masalah yang dihadapi berbeda, sehingga integrasi diselesaikan sesuai dengan kondisi negara yang bersangkutan, dapat dengan jalan kekerasan atau strategi politik yang lebih lunak. Beberapa masalah integrasi internasional, antara lain:

1. perbedaan ideologi
2. kondisi masyarakat yang majemuk
3. masalah teritorial daerah yang berjarak cukup jauh
4. pertumbuhan partai politik

Adapun upaya-upaya yang dilakukan untuk memperkecil atau menghilangkan kesenjangan-kesenjangan itu, antara lain:
• mempertebal keyakinan seluruh warga Negara Indonesia terhadap Ideologi Nasional
• membuka isolasi antar berbagai kelompok etnis dan antar daerah/pulau dengan membangun saran komunikasi, informasi, dan transformasi
• menggali kebudayaan daerah untuk menjadi kebudayaan nasional
• membentuk jaringan asimilasi bagi kelompok etnis baik pribumi atau keturunan asing

Kesimpulan :
Menurut saya pertentangan sosial dan integrasi masyarakat yang terjadi di Indonesia merupakan hal yang tidak asing lagi. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor diantaranya perbedaan kepentingan dan ideologi, pertumbuhan politik yang majemuk serta masalah-masalah territorial daerah yang cukup jauh. Pertentangan sosial akan mempengaruhi dan menyebabkan perselisihan di sebuah Negara karena akan berdampak kepada pembangunan ekonomi, dan sosial kemasyarakatan.
Perlu mendapatkan perhatian dengan seksama, mengingat bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa atau masyarakat multi etnik. Agar tidak ada lagi sifat yg menimbulkan pro dan kontra antar sesama bangsa. Karena itu dapat mempengaruhi  budaya dan moral bangsa serta masyarakat di negara kita ini.
Selain itu akan menimbulkan konflik, prasangka dan diskriminasi terhadap masyarakat. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Jangan mudah mengambil keputusan tentang perilaku atau tindakan orang lain secara individual, karena setiap orang bisa kita diketahui setelah orang itu bertindak dan berprilaku. Agar tidak ada pikiran yang cenderung kepada diskriminastif atau mengurangi prasangka terhadap orang lain.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi prasangka dan diskriminasi antara lain:
1.Perbaikan
kondisi sosial ekonomi masyarakat
2.Perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
3.Sikap terbuka, selektif dan lapang dada terhadap perkembangan zaman

Tulisan : Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan

Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan dan perkotaan keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan satu sama lainnya, karena diantara mereka saling membutuhkan. Masyarakat Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur mayor, daging, ikan, maka masyarakat desa menyalurkan kebutuhan tersebut lalu mendapatkan keuntungan. Selain itu masyarakat Desa juga merupakan dibutuhkan masyarakat kota sebagai sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan. Mereka biasanya adalah pekerja-pekerja musiman apa bila mereka tidak bekerja di ladang.
Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh masyarakat desa seperti bahan-bahan pakaian, alat dan obat pembasmi hama pertanian, minyak tanah, obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan agar ladang mereka tetap hijau. Lebih enak menjadi masyarakat desa atau masyarakat kota?
Di desa kita lebih kental dengan gotong royong nya dalam melakukan sesuatu, saling menyapa walaupun tidak kenal dibandingkan di kota yang cendrung individual. Didesa pun lingkungannya masih bersih, udaranya sejuk, tidak seperti dikota yang lingkungannya kotor dan banyaknya polusi udara. Namun tingkat perekonomian pedesaan lebih rendah dibandingkan dengan perekonomian didaerah perkotaan. Hal ini yang memicu banyak nya warga pedesaan yang melakukan urbanisasi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
       Akibat dari banyaknya masyarakat desa yang melakukan urbanisasi maka timbul masalah – masalah baru yang merugikan masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan. Contoh masalah yang akan timbul yaitu kurang nya tenaga kerja untuk mengurus ladang pertanian dan perkebunan yang mengakibatkan kurangnya pasokan makanan untuk masyarakat perkotaan. Kemudian kota akan menjadi padat oleh para pendatang sehingga angka pengangguran di daerah perkotaan meningkat.
       Dalam hal ini peran pemerintah sangat di perlukan untuk mengatur perpindahan penduduk, pembukaan lapangan kerja baru serta meningkatkan kualitas perekonomian desa, sehingga kepadatan penduduk merata dan kebutuhan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan terpenuhi dengan baik.

AGAMA DAN MASYARAKAT

A. Pengertian Agama Dan Masyarakat


Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan (Soerjono Soekanto, 1983). Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4% kepercayaan lainnya.

Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”. Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan kultur di dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur di Indonesia.
Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1, “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)”.
  • Islam : Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Masuknya agama islam ke Indonesia melalui perdagangan.
  • Hindu : Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit.
  • Budha : Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu.
  • Kristen Katolik : Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Dan pada abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
  • Kristen Protestan : Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.
  • Konghucu : Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.
  1. A. Fungsi-Fungsi Agama
Tentang Agama
Agama bukanlah suatu entitas independen yang berdiri sendiri. Agama terdiri dari berbagai dimensi yang merupakan satu kesatuan. Masing-masingnya tidak dapat berdiri tanpa yang lain. seorang ilmuwan barat menguraikan agama ke dalam lima dimensi komitmen. Seseorang kemudian dapat diklasifikasikan menjadi seorang penganut agama tertentu dengan adanya perilaku dan keyakinan yang merupakan wujud komitmennya. Ketidakutuhan seseorang dalam menjalankan lima dimensi komitmen ini menjadikannya religiusitasnya tidak dapat diakui secara utuh. Kelimanya terdiri dari perbuatan, perkataan, keyakinan, dan sikap yang melambangkan (lambang=simbol) kepatuhan (=komitmen) pada ajaran agama. Agama mengajarkan tentang apa yang benar dan yang salah, serta apa yang baik dan yang buruk.
Agama berasal dari Supra Ultimate Being, bukan dari kebudayaan yang diciptakan oleh seorang atau sejumlah orang. Agama yang benar tidak dirumuskan oleh manusia. Manusia hanya dapat merumuskan kebajikan atau kebijakan, bukan kebenaran. Kebenaran hanyalah berasal dari yang benar yang mengetahui segala sesuatu yang tercipta, yaitu Sang Pencipta itu sendiri. Dan apa yang ada dalam agama selalu berujung pada tujuan yang ideal. Ajaran agama berhulu pada kebenaran dan bermuara pada keselamatan. Ajaran yang ada dalam agama memuat berbagai hal yang harus dilakukan oleh manusia dan tentang hal-hal yang harus dihindarkan. Kepatuhan pada ajaran agama ini akan menghasilkan kondisi ideal.
Mengapa ada yang Takut pada Agama?
Mereka yang sekuler berusaha untuk memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Mereka yang marxis sama sekali melarang agama. Mengapa mereka melakukan hal-hal tersebut? Kemungkinan besarnya adalah karena kebanyakan dari mereka sama sekali kehilangan petunjuk tentang tuntunan apa yang datang dari Tuhan. Entah mereka dibutakan oleh minimnya informasi yang mereka dapatkan, atau mereka memang menutup diri dari segala hal yang berhubungan dengan Tuhan.
Alasan yang seringkali mereka kemukakan adalah agama memicu perbedaan. Perbedaan tersebut menimbulkan konflik. Mereka memiliki orientasi yang terlalu besar pada pemenuhan kebutuhan untuk bersenang-senang, sehingga mereka tidak mau mematuhi ajaran agama yang melarang mereka melakukan hal yang menurutnya menghalangi kesenangan mereka, dan mereka merasionalisasikan perbuatan irasional mereka itu dengan justifikasi sosial-intelektual. Mereka menganggap segi intelektual ataupun sosial memiliki nilai keberhargaan yang lebih. Akibatnya, mereka menutup indera penangkap informasi yang mereka miliki dan hanya mengandalkan intelektualitas yang serba terbatas.
Mereka memahami dunia dalam batas rasio saja. Logika yang mereka miliki begitu terbatasnya, hingga abstraksi realita yang bersifat supra-rasional tidak mereka akui. Dan hasilnya, mereka terpenjara dalam realitas yang serba empiri. Semua harus terukur dan terhitung. Walaupun mereka sampai sekarang masih belum memahami banyaknya fungsi alam yang bekerja dalam mekanisme supra rasional, keterbatasan kerangka berpikir yang mereka miliki menegasikan semua hal yang tidak dapat ditangkap secara inderawi.
Padahal, pembatasan diri dalam realita yang hanya bersifat empiri hanya akan membatasi potensi manusia itu sendiri. Dan hal ini menegasikan tujuan hidup yang selama ini diagungkan para penganut realita rasio-saja, yaitu aktualisasi diri dan segala potensinya.
Agama, dengan sandaran yang kuat pada realitas supra rasional, membebaskan manusia untuk mengambil segala hal yang terbaik yang dapat dihasilkannya dalam hidup. Semua-apakah hal itu bersifat empiri-terukur, maupun yang belum dapat diukur. Empirisme bukanlah suatu hal yang ditolak agama. Agama yang benar, yang bersifat universal, mencakup segi intelektual yang luas, yang diantaranya adalah empirisme. Agama tidak mereduksi intelektualitas manusia dengan membatasi kuantitas maupun kualitas suatu idea. Agama yang benar, memberi petunjuk pada manusia tentang bagaimana potensi manusia dapat dikembangkan dengan sebesar-besarnya. Dan sejarah telah membuktikan hal tersebut.
Kesalahan yang dibuat para penilai agama-lah yang kemudian menyebabkan realita ajaran ideal ini menjadi terlihat buruk. Beberapa peristiwa sejarah yang menonjol mereka identikan sebagai kesalahan karena agama. Karena keyakinan pada ajaran agama. Padahal, kerusakan yang ditimbulkan adalah justru karena jauhnya orang dari ajaran agama. Kerusakan itu timbul saat agama-yang mengajarkan kemuliaan- disalahgunakan oleh manusia pelaksananya untuk mencapai tujuan yang terlepas dari ajaran agama itu sendiri, terlepas dari pelaksanaan keseluruhan dimensinya.

  1. B. Pelembagaan Agama

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan agama? Kami mengurapamakan sebagai sebuah telepon. Jika manusia adalah suatu pesawat telepon, maka agama adalah media perantara seperti kabel telepon untuk dapat menghubungkan pesawat telepon kita dengan Telkom atau dalam hal ini Tuhan. Lembaga agama adalah suatu organisasi, yang disahkan oleh pemerintah dan berjalan menurut keyakinan yang dianut oleh masing-masing agama. Penduduk Indonesia pada umumnya telah menjadi penganut formal salah satu dari lima agama resmi yang diakui pemerintah. Lembaga-lembaga keagamaan patut bersyukur atas kenyataan itu. Namun nampaknya belum bisa berbangga. Perpindahan penganut agama suku ke salah satu agama resmi itu banyak yang tidak murni.
Sejarah mencatat bahwa tidak jarang terjadi peralihan sebab terpaksa. Pemaksaan terjadi melalui “perselingkuhan” antara lembaga agama dengan lembaga kekuasaan. Keduanya mempunyai kepentingan. Pemerintah butuh ketentraman sedangkan lembaga agama membutuhkan penganut atau pengikut. Kerjasama (atau lebih tepat disebut saling memanfaatkan) itu terjadi sejak dahulu kala. Para penyiar agama sering membonceng pada suatu kekuasaan (kebetulan menjadi penganut agama tersebut) yang mengadakan invansi ke daerah lain. Penduduk daerah atau negara yang baru ditaklukkan itu dipaksa (suka atau tidak suka) menjadi penganut agama penguasa baru.
Kasus-kasus itu tidak hanya terjadi di Indonesia atau Asia dan Afrika pada umumnya tetapi juga terjadi di Eropa pada saat agama monoteis mulai diperkenalkan. Di Indonesia “tradisi” saling memanfaatkan berlanjut pada zaman orde Baru.Pemerintah orde baru tidak mengenal penganut di luar lima agama resmi. Inilah pemaksaan tahap kedua. Penganut di luar lima agama resmi, termasuk penganut agama suku, terpaksa memilih salah satu dari lima agama resmi versi pemerintah. Namun ternyata masalah belum selesai. Kenyataannya banyak orang yang menjadi penganut suatu agama tetapi hanya sebagai formalitas belaka. Dampak keadaan demikian terhadap kehidupan keberagaan di Indonesia sangat besar. Para penganut yang formalitas itu, dalam kehidupan kesehariannya lebih banyak mempraktekkan ajaran agam suku, yang dianut sebelumnya, daripada agama barunya. Pra rohaniwan agama monoteis, umumnya mempunyai sikap bersebrangan dengan prak keagamaan demikian. Lagi pula pengangut agama suku umumnya telah dicap sebagai kekafiran. Berbagai cara telah dilakukan supaya praktek agama suku ditinggalkan, misalnya pemberlakukan siasat/disiplin gerejawi. Namun nampaknya tidak terlalu efektif. Upacara-upacara yang bernuansa agama suku bukannya semakin berkurang tetapi kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di desadesa.
Demi pariwisata yang mendatangkan banyak uang bagi para pelaku pariwisata, maka upacarav-upacara adat yang notabene adalah upacara agama suku mulai dihidupkan di daerah-daerah. Upacara-upacara agama sukuyang selama ini ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur bagaikan tumbuhan yang mendapat siraman air dan pupuk yang segar. Anehnya sebab bukan hanya orang yang masih tinggal di kampung yang menyambut angin segar itu dengan antusias tetapi ternyata orang yang lama tinggal di kotapun menyambutnya dengan semangat membara. Bahkan di kota-kotapun sering ditemukan praktek hidup yang sebenarnya berakar dalam agama suku. Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim sebagai hari baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik sebab mereka itu pada umumnya merupakan pemeluk yang “ fanatik” dari salah satu agama monoteis bahkan pejabat atau pimpinan agama.


Sumber :  http://obyramadhani.wordpress.com/2009/11/20/agama-dan-masyarakat/

ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN

ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN
A. Ilmu Pengetahuan
Di kalangan ilmuwan ada keseragaman pendapat, bahwa “ilmu” itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dalam pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/ logis, empiris, umum dan akumulatif. Sedangkan dalam memberikan pengertian pada “pengetahuan”, Bacon dan David Home, menyatakan pengetahuan sebagai pengalaman indera dan bathin, Immanuel Kant menyatakan bahwa pengetahuan merupakan persatuan antara budi dan pengalaman, sedangkan teori Phyrro menjelaskan bahwa tidak ada kepastian dalam pengetahuan.
Dari pandangan diatas, kita memperoleh sumber-sumber pengetahuan yaitu : ide, kenyataan, kegiatan akal budi, pengalaman atau meragukan karena tidak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti. Sedangkan secara umum, dapat diartikan bahwa pengetahuan adalah kesan dalam pemikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan kepercayaan, dan penerangan-penerangan yang keliru.
Dari pengertian ilmu dan pengetahuan di atas, dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang tersusun dengan sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, yang selalu dapat diperiksa dan dikontrol dengan kritis oleh setiap orang yang ingin mengetahuinya.
Unsur pokok dalam suatu ilmu pengetahuan adalah :
1. Pengetahuan, sebagaimana pengertian di atas.
2. Tersusun secara sistematis. Tidak semua pengetahuan merupakan ilmu, hanyalah pengetahuan yang tersusun secara sistematis saja yang merupakan ilmu pengetahuan. Sistematik berarti urutan-urutan strukturnya tersusun sebagai suatu kebulatan. Sehingga akan jelas tergambar apa yang merupakan garis besar dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Sistem tersebut adalah sistem konstruksi yang abstrak dan teratur. Artinya, setiap bagian dari suatu keseluruhan dapat dihubungkan satu dengan lainnya. Abstrak berarti bahwa konstruksi tersebut hanya ada dalam pikiran, sehingga tidak dapat diraba ataupun dipegang. Ilmu pengetahuan harus bersifat terbuka artinya dapat ditelaah kebenarannya oleh orang lain.
3. Menggunakan pemikiran yaitu menggunakan akal sehat. Pengetahuan didapatkan melalui kenyataan dengan melihat dan mendengar serta melalui alat-alat komunikasi.
4. Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau masyarakat umum.
Ilmu pengetahuan harus dapat dikemukakan, harus diketahui oleh umum sehingga dapat diperiksa dan dikontrol umum yang mungkin berbeda pemahamannya.
Dari sudut penerapannya, ilmu pengetahuan dibedakan antara ilmu pengetahuan murni dan ilmu pengetahuan terapan. Ilmu pengetahuan murni bertujuan membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak untuk mempertinggi mutunya. Ilmu pengetahuan terapan bertujuan menggunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut ke dalam masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
Dalam kehidupan di dunia ini, manusia tidak akan pernah lepas dari keterkaitan dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan. Sebagai fithrah yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain adalah adanya akal pikiran manusia yang menjadi dasar munculnya ilmu pengetahuan. Dalam hidup ini, manusia selalu menggunakan ilmu pengetahuan untuk mempermudah kegiatan mereka. Ilmu pengetahuan selain tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran juga harus mengandung nilai etis dan moral. Yaitu bermakna, berarti atau berguna bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan ilmu pengetahuan hendaknya didasari pada hal-hal yang asasi, untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Ilmu pengetahuan yang tidak dilandasi dengan etika dan moral hanya akan membawa penderitaan bagi orang lain. Karenanya, alangkah sangat bijaksana apabila manusia dapat memanfaatkan ilmunya untuk mempelajari berbagai gejala atau peristiwa yang mempunyai manfaat bagi manusia.
Dunia modern saat ini tidak bersikap netral terhadap penyelidikan ilmiah, sebab manusia hidup dalam satu dunia, hasil ilmu pengetahuan harus membawakan manfaat bagi kehidupan manusia bukan penderitaan. Manusia dalam pekerjaan ilmiah tidak hanya bekerja dengan akal budi saja, melainkan dengan seluruh eksistensinya dengan seluruh keberadaannya, dengan hatinya dan dengan panca inderanya. Sehingga manusia dalam mengambil keputusannya, membuat pilihannya terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dengan ajaran agama, nilai etika dan norma kesusilaan.
Konteks ilmu dengan ajaran agama dalam rangka meningkatkan ilmuwan itu sendiri sejajar dengan orang yang beriman pada derajat yang tinggi, sebagai pemegang amanat khalifah di muka bumi.
B. TEKNOLOGI
Menurut Walter Buckingham yang dimaksud dengan teknologi adalah ilmu pengetahuan yang diterapkan ke dalam seni industri, oleh karenanya mencakup alat-alat yang memungkinkan terlaksananya efisiensi kerja menurut keragaman kemampuan.
Atau menurut pengertian lain, teknologi adalah pemanfaatan ilmu untuk memecahkan suatu masalah dengan cara mengerahkan semua alat yang sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan skala nilai yang ada.Kalau ilmu dasar bertujuan untuk mengetahui lebih banyak dan memahami lebih mendalam tentang alam semesta dengan isinya, teknologi bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis serta untuk mengatasi semua kesulitan yang mungkin dihadapi manusia. Hubungan ilmu pengetahuan dengan teknologi sering diungkapkan sebagai berikut :
Ilmu tanpa teknologi adalah steril dan teknologi tanpa ilmu adalah statis (Ilmu tanpa teknologi tidak berkembang dan teknologi tanpa ilmu tidak berakar.
Yang dimaksud dengan teknologi tepat guna adalah suatu teknologi yang telah memenuhi tiga syarat utama yaitu :
a. Persyaratan Teknis, yang termasuk di dalamnya adalah :
~ memperhatikan kelestarian tata lingkungan hidup, menggunakan sebanyak mungkin bahan baku dan sumber energi setempat dan sesedikit mungkin menggunakan bahan impor.
~ jumlah produksi harus cukup dan mutu produksi harus diterima oleh pasar yang ada.
~ menjamin agar hasil dapat diangkut ke pasaran dan masih dapat dikembangkan, sehingga dapat dihindari kerusakan atas mutu hasil.
~ memperlihatkan tersedianya peralatan serta operasi dan perawatannya.
b. Persyaratan Sosial, meliputi :
~ memanfaatkan keterampilan yang sudah ada
~ menjamin timbulnya perluasan lapangan kerja yang dapat terus menerus berkembang
~ menekan seminimum mungkin pergeseran tenaga kerja yang mengakibatkan bertambahnya pengangguran.
~ membatasi sejauh mungkin timbulnya ketegangan sosial dan budaya dengan mengatur agar peningkatan produksi berlangsung dalam batas-batas tertentu sehingga terwujud keseimbangan sosial dan budaya yang dinamis.
1. Persyaratan Ekonomik, yaitu :
~ membatasi sedikit mungkin kebutuhan modal
~ mengarahkan pemakaian modal agar sesuai dengan rencana pengembangan lokal, regional dan nasional
~ menjamin agar hasil dan keuntungan akan kembali kepada produsen
~ dapat mengarahkan lebih banyak produsen ke arah cara penghitungan ekonomis yang sehat.
Teknologi, selain menimbulkan dampak positif bagi kehidupan manusia, terutama mempermudah pelaksanaan kegiatan dalam hidup, juga memiliki berbagai dampak negatif jika tidak dimanfaatkan secara baik. Contoh masalah akibat perkembangan teknologi adalah kesempatan kerja yang semakin kurang sementara angkatan kerja makin bertambah, masalah penyediaan bahan-bahan dasar sebagai sumber energi yang berlebihan dikhawatirkan akan merugikan generasi yang akan datang.
C. KEMISKINAN
Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problema yang muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya pada negara-negara yang sedang berkembang. Kemiskinan yang dimaksud adalah kemiskinan dalam bidang ekonomi. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian dan tempat berteduh.Atau dengan pendapat lain, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Kemiskinan bukanlah suatu yang terwujud dengan sendiri terlepas dari aspek-aspek lainnya, tetapi kemiskinan itu terwujud sebagai hasil interaksi antara berbagai aspek yang ada dalam kehidupan manusia. Terutama aspek sosial dan aspek ekonomi. Aspek sosial adalah adanya ketidaksamaan sosial di antara sesama warga masyarakat yang bersangkutan, seperti perbedaan suku bangsa, ras, kelamin, usia yang bersumber dari corak sistem pelapisan yang ada dalam masyarakat. Sedangkan aspek ekonomi adalah adanya ketidaksamaan di antara sesama warga masyarakat dalam hak dan kewajiban yang berkenaan dengan pengalokasian sumber-sumber daya ekonomi.
Sementara itu klasifikasi atau penggolongan seseorang atau masyarakat dikatakan miskin ditetapkan dengan menggunakan tolak ukur utama, yaitu :
v Tingkat pendapatan. Misalkan saja di Indonesia, tingkat pendapatan digunakan ukuran kerja waktu sebulan. Dengan adanya tolak ukur ini, maka jumlah dan siapa yang tergolong dalam orang miskin dapat diketahui. Atau dengan menggunakan batas minimal jumlah kalori yang dikonsumsi, yang diambil persamaannya dalam kg beras.
v Kebutuhan relatif per keluarga. Dibuat berdasarkan atas kebutuhan minimal yang harus dipenuhi dalam sebuah keluarga agar dapat melangsungkan kehidupannya secara sederhana tetapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak.
Jika dikaitkan dengan kemakmuran, maka ada dua persepsi masyarakat yang cukup berlawanan tentang hal ini. Persepsi pertama adalah yang berpikir rasional dan eksak. Bahwa kemakmuran seseorang diukur dengan jumlah serta nilai bahan-bahan dan barang-barang yang dimiliki atau dikuasai untuk memelihara dan menikmati hidupnya. Semakin banyak jumlah dan makin tinggi nilainya, maka akan makin tinggi taraf kemakmuran hidupnya. Sedangkan persepsi kedua adalah pandangan masyarakat umum, terutama pedesaan. Mereka beranggapan bahwa kemakmuran tidaklah berbeda dengan kebahagiaan. Seseorang akan merasa makmur bila sudah ada keserasian antara keinginan-keinginan dan keadaan materil atau sosial yang dimiliki atau dikuasainya. Karenanya mereka selalu berusaha untuk menyeimbangkan antara keinginan dan keadaan materinya. Jika keinginan mereka berlebih, sementara keadaan materil mereka tidak mencukupi maka mereka harus mengurangi keinginan yang ada. Begitu juga sebaliknya.
Kemiskinan menurut pendapat umum dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang. Pada aspek badaniah, biasanya orang tersebut tidak bisa berbuat maksimal sebagaimana manusia lainnya yang sehat jasmani. Sedangkan aspek mental, biasanya mereka disifati oleh sifat malas bekerja dan berusaha secara wajar, sebagaimana manusia lainnya.
2. Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam. Biasanya pihak pemerintah menempuh dua cara, yaitu memberi pertolongan sementara dengan bantuan secukupnya dan mentransmigrasikan ke tempat hidup yang lebih layak.
3. Kemiskinan buatan atau kemiskinan struktural. Selain disebabkan oleh keadaan pasrah pada kemiskinan dan memandangnya sebagai nasib dan takdir Tuhan, juga karena struktur ekonomi, sosial dan politik.
Usaha memerangi kemiskinan dapat dilakukan dengan cara memberikan pekerjaan yang memberikan pendapatan yang layak kepada orang-orang miskin. Karena dengan cara ini bukan hanya tingkat pendapatan yang dinaikkan, tetapi harga diri sebagai manusia dan sebagai warga masyarakat dapat dinaikkan seperti warga lainnya. Dengan lapangan kerja dapat memberikan kesempatan kepada mereka untuk bekerja dan merangsang berbagai kegiatan-kegiatan di sektor ekonomi lainnya.

Sumber : http://y4ser4rafat.wordpress.com/2011/01/07/ilmu-pengetahuan-teknologi-dan-kemiskinan/

PERTENTANGAN SOSIAL & INTEGRASI MASYARAKAT

INTEGRASI SOSIAL

 Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu : 1.Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan social dalam suatu sistem sosial tertentu
2.Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan.
Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya. Menurut pandangan para penganut funsionalisma struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut :
1.Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya consensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar)
2.Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok. Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
PERTENTANGAN DAN KETEGANGAN DALAM MASYARAKAT
Konflik (pertentangan) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar atau perang. Dasar konflik berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik yaitu  :
1.Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagianyang terlibat didalam konfl
2.Unit-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-  kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan
3.Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.

Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi paa lingkungan yang paling kecil yaitu individu,sampai kepada lingkungan yang luas yaitu masyarakat.
1.Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi emosi dan dorongan yang antagonistic didalam diri seseorang
2.Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
3.Pada taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai an norma-norma kelompok yang bersangkutan berbeda.Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang aa dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Adapun cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :
1.Elimination; yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam konflik yagn diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri
2.Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya
3.Mjority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4.Minority Consent; artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakan untuk melakukan kegiatan bersama
5.Compromise; artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah
6.Integration; artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak
Pertentangan atau ketegangan adalah tingkah laku yang berdasarkan emosi. Tiga ciri situasi pertentangan yaitu:
1. ada beberapa bagian yang ada dalam konflik
2. adanya interaksi yang menyebabkan perbedaan
3. adanya perbedaan antara kebutuhan, tujuan, nilai dll
GOLONGAN BERBEDA DAN INTEGRASI SOSIAL
Masyarakat indonesia adalah masyarakat yang majemuk, msyarakat majemuk itu dipersatukan oleh sistem nasional negara indonesia. Aspek kemasyarakatan yang mempersatukannya antara lain :
Suku bangsa dan kebudayaannya
2. Agama
3. Bahasa,
4. Nasion Indonesia
Bentuk Integrasi Sosial
Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli.
Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli.
Faktor-Faktor Pendorong

A. Faktor Internal :
kesadaran diri sebagai makhluk sosial
tuntutan kebutuhan
jiwa dan semangat gotong royong

B. Faktor External :
tuntutan perkembangan zaman
persamaan kebudayaan
terbukanya kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan bersama
persaman visi, misi, dan tujuan
sikap toleransi
adanya kosensus nilai
adanya tantangan dari luar
Syarat Berhasilnya Integrasi Sosial

1. Untuk meningkatkan Integrasi Sosial, Maka pada diri masing-masing harus mengendalikan perbedaan/konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya.
2. Tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya.
Konflik/Pertentangan
Konflik/Pertentangan berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatuinteraksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
 Penyebab terjadinya konflik/Pertentangan dimasyarakat
1. Perbedaan Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku dari individu. Individu bertingkah laku karena adanya dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini bersifat esensial bagi kelangsungan kehidupan individu itu sendiri. Jika individu berhasil memenuhi kepentingannya, maka mereka akan merasa puas dan sebaliknya bila gagal akan menimbulkan masalah bagi diri sendiri maupun bagi lingkungannya.
Individu yang berpegang pada prinsipnya saat bertingkah laku, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu tersebut dalam masyarakat merupakan kepuasan pemenuhan dari kepentingan tersebut. Oleh karena itu, individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang yang sama persis dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohaninya. Dengan itu, maka akan muncul perbedaan kepentingan pada setiap individu, seperti:

1. Kepentingan individu untuk memperoleh kasih sayang.
2. Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri.
3. Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama.
4. Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi.
5. Kepentingan individu untuk dibutuhkan orang lain.
6. Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan didalam kelomponya.
7. Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
8. Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri.

Dalam hal diatas menunjukkan ketidakmampuan suatu ideologi mewujudkan idealisme yang akhirnya akan melahirkan suatu konflik.  Hal mendasar yang dapat menimbulkan suatu konflik adalah jarak yang terlalu besar antara harapan dengan kenyataan pelaksanaan. Perbedaan kepentingan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi ada beberapa fase, yaitu Fase Disorganisasi dan Fase
2. Prasangka, Diskriminasi, dan Ethnosentrisme
a. Prasangka dan diskriminasi
Prasangka dan Diskriminasi dapat merugikan pertumbuh-kembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Prasangka mempunyai dasar pribadi, dimana setiap orang memilikinya. Melalui proses belajar dan semakin dewasanya manusia, membuat sikap cenderung membeda-bedakan dan sikap tersebut menjurus kepada prasangka. Apabila individu mempunyai prasangka dan biasanya bersifat diskriminatif terhadap ras yang diprasangka. Jika prasangka disertai dengan agresivitas dan rasa permusuhan, biasanya orang yang bersangkutan mencoba mendiskiminasikan pihak-pihak lain yang belum tentu salah, dan akhirnya dibarengi dengan sifat Justifikasi diri, yaitu pembenaran diri terhadap semua tingkah laku diri.

b. Perbedaan Prasangka dan diskriminasi
Perbedaan Prasangka dan Diskriminasi, prasangka adalah sifat negative terhadap sesuatu. Dalam kondisi prasangka untuk menggapai akumulasi materi tertentu atau untuk status sosial bagi suatu individu atau suatu. Seorang yang berprasangka rasial biasanya bertindak diskriminasi terhadap rasa yang diprasangka.
c. Sebab-sebab timbulnya Prasangka dan Diskriminatif
1. Latar belakang sejarah.
Misalnya : bangsa kita masih menganggap bangsa Belanda adalah bangsa penjajah.Ini dilatarbelakangi karena pada masa lampau Bangsa Belanda menjajah Indonesia selama kurang lebih 3,5 abad.
2. Dilatar belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
Apabila prasangka bisa berkembang lebih jauh sebagai akibat adanya jurang pemisah antara kelompok orang kaya dengan orang miskin.
3. Bersumber dari faktor kepribadian
Bersifat prasangka merupakan gambaran sifat seseorang. Tipe authorian personality adalah sebagian ciri kepribadian seseorang yang penuh prasangka, dengan ciri-ciri bersifat konservatif dan tertutup.
4. Perbedaan keyakinan, kepercayaan, dan agama.
Banyak sekali konflik yang ditimbulkan karean agama. Seperti yang kita alami sekarang diseluruh penjuru dunia.
d. Usaha mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminasi
Dapat dilakukan dengan perbaikan kondisi sosial dan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan usaha peningkatan pendapatan bagi WNI yang masih di bawah garis kemiskinan. Perluasan kesempatan belajar. Sikap terbuka dan lapang harus selalu kita sadari.

sumber:
(http://id.wikipedia.org/wiki/Integrasi_sosial)

MASYARAKAT PERKOTAAN DAN MASYARAKAT PEDESAAN

PENDAHULUAN
Banyak alasan pentingnya membicarakan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan.Selain belum ada kesempatan umum tentang keberadaan masyarakat desa sebagai suatu pengertian yang baku,juga kalau dikaitkan dengan pembangunan yang orientasinya banyak dicurahkan kepedesaan,maka pedesaan memiliki arti tersendiri dalam kajian struktur,sosial atau kehidupanya.Dalam keadaan desa yang “sebenarnya”,desa masih dianggap sebagai standard an pemelihara system kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong,keguyuban,persaudaraan,gotong-royong,kesenian,kepribadian dalam berpakaian,adat-istiadat,kehidupan moral-susila,dan lain-lain.
Orang kota membayangkan bahwa desa ini merupakan tempat orang bergaul dengan rukun,tenang,selaras,dan akur.Akan tetapi justru dengan berdekatan,mudah terjadi konflik atau persaingan yang bersumber dari peristiwa kehidupan sehari-hari,hal tanah,gengsi,perkawinan,perbedaan antara kaum muda dan tua serta antara pria dan wanita.Bayangan bahwa desa tempat ketentraman pada konstelasi tertentu ada benarnya,akan tetapi yang nampak justru bekerja keraslah yang merupakan syarat pokok agar dapat hidup di desa.
Demikian pula dalam konteks pembangunan desa (pertanian),semula orang beranggapan bahwa masyarakat pertanian mangalami involusi (kemunduran) pertanian yang berjalan dalam proses pemiskinan dan apapun teknologi dan kelembagaan modern yang masuk ke pedesaan akan sia-sia.Pernyataan-pernyataan sumbang inilah yang ingin kami bahas dalam makalah yang ringkas dan singkat ini,yang mana adanya kontroversi kesan atau pendapat ini mungkin lebih tepat apabila dihubungkan dengan berbagai gejala sosial seperti konsep-konsep perubahan sosial atau kebudayaan. 
A. Pengertian Masyarakat
Sebelum kita bicara lebih lanjut masalah masyarakat,baik kita tinjau terlebih dahulu tentang masyarakat.Menurut R.Linton:Seorang ahli antropologi mengemukakan,bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama,sehingga meraka ini dapat mengorganisasikan dirinya berfikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
 Mengingat banyaknya definisi masyarakat tersebut diatas,maka dapat diambil kesimpulan,mbahwa masyarakat harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a)                Harus ada pengumpulan manusia,dan harus banyak,bukan pengumpulan binatang.
b)               Telah bertempat tinggal alam waktu yang lama di suatu daerah tertentu.
c)                Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengtur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.
Apabila kita berbicara tentang masyarakat,terutama jika kita mengemukakanya dari sudut antropologi,maka kita mempunyai kecenderungan untuk melihat dua tipe masyarakat:
Pertama,satu masyarakat kecil yang belum negitu kompleks,yang belum mengenal pembagian kerja,belum mengenal struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan.
Kedua,masyarakat yang sudah kompleks,yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang,karena ilmu pengetahuan modern sudah maju,teknologi maju,sudah mengenal tulisan,satu masyarakat yang sukar diselidiki dengan baik dan didekati sebagian saja.
1. Masyarakat Perkotaan
Kota menurut definisi universal adalah sebuah area urban yang berbeda dari desa ataupun kampong berdasarkan ukuranya,kepadatan penduduk,kepentingan atau status hukum.
Beberapa definisi (secara etimologis) “kota”dalam bahasa lain yang agak tepat dengan pengertian ini,seperti dalam bahasa Cina,kota artinya dinding dan dalam bahasa Belanda kuno,tuiin,bisa berarti pagar.Jadi dengan demikian kota adalah batas.Selanjutnya masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community,Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupanya serta cirri-ciri kehidupanya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Ada beberapa ciri yamg menonjol  pada masyarakat kota.yaitu:
a)      Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
b)      Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung padaorang lain.
c)      Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
d)       Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa.
e)      Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan,menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada factor kepentingan daripada factor pribadi.
f)        Perubahan-perubahan social tampak dengan nyata di kota-kota,sebab masyarakat kota biasanya lebih terbuka dalam menerima hal-hal baru.
1.) Perbedaan Desa dan Kota
Ada beberapa ciri yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota.Antara lain sebagai berikut
Ø      Kota memiliki penduduk yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan desa.
Ø      Lingkungan hidup di pedesaan sangat jauh berbeda dengan diperkotaan.Lingkungan pedesaan terasa lebih dekat dengan alam bebas,udaranya bersih,sinar matahari cukup dan lain sebagainya.Sedangkan dilingkungan perkotaan yang sebagian besar dilapisi beton dan aspal,bangunan-bangunan menjulang tinggi dan pemukiman yang padat.
Ø      Kegiatan utama penduduk desa berada di sector ekonomi primer yaitu bidang agraris(pertanian)
Ø      Corak kehidupan social di desa dapat dikatakan masih homogin(satu jenis),sebaliknya di kota sangat heterogin(beraneka ragam) karena disana saling bertemu berbagai suku bangsa,agama,kelompok dan masing-masing memiliki kepentingan yang berlainan.
Ø      Sistem pelapisan social di kota jauh lebih kompleks daripada di desa.
Ø      Mobilitas (kemampuan bergerak) social di kota jauh lebih besar daripada di desa.
Ø      Bila terjadi pertentangan,di usahakan untuk dirukunkan,karena memang prinsip kerukunan inilah yang menjiiwai hubungan sosial pada masyarakat pedesaan,
Ø      Jumlah angkatan kerja yang tidak mempunyai pekerjaan tetap di pedesaan jauh lebih besar daripada di perkotaan.
2. ) Hubungan Desa-Kota, hubungan Pedesaan-Perkotaan.
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain.Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat,bersifat ketergantungan,karena diantara mereka saling membutuhkan.Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras,sayur-mayur,daging dan ikan.Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota,misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan,perbaikan jalan raya dan sebagainya.Mereka ini biasanya adalah pekerja-pekerja musiman.
Namun demikian kedudukan yang tak seimbang tercermin dalam hubungan structural fungsional antara desa dan kota,
3.) Aspek Positif dan Negatif
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan seharusnya mengandung lima unsure yang meliputi:
a)       Wisma
b)       Karya
c)       Marga
d)       Suka
e)       Penyempurnaan
 2.Masyarakat Pedesaaan
A.Pengertian Desa/pedesaan
Yang di maksud dengan desa menurut Sutardjo Kartohadi Kusuma mengemukakan sebagai berikut :
Desa adalah suatu kesatuan hokum di masa hokum di mana bertempat  tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
Adapun yang menjadi cirri-ciri masyarakat pedesaan antara lain :
a.Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila di bandingkan dengan masyarakat pedesaan lainya di luar batas-batas wilayahnya.
b.Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar
    kekeluargaan
c.Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari
    pertanian.
d.Masyarakat tersebut homogen seperti dalam hal mata pencarian , agama, adat istiadat, dsb.
B. Hakikat dan Sifat Masyarakat Pedesaan
Seperti di kemukakan para ahli atau sumber bahwa masyarakat Indonesia lebih dari 80% tinggal di pedesaan denga mata pencarian yang bersifat agraris.
Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya di pandang antara sepintas kilas di nilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai.
Tapi sebetulnnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonies di istilahkan dengan masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Dalam hal ini kita jumpai gejala-gejala social yang sering di istilahkan:
a.konflik (pertengkaran)
b.Kontraversi (pertentangan )                                                                                                
c.Kompetisi(persiapan)
C.Kegiatan Pada Masyarakat Pedesaan
Menurut Mubiyarto petani indonesia mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a.petani itu tidak kolot,tidak bodoh atau tidak malas.mereka sudah bekerja   keras sebisa-bisanya agar tidak mati kelaparan.
b.sifat hidup penduduk desa atau para petani kecil(petani gurem)dengan rata-rata luas sawah kurang lebih 0,5 ha yang serba kekurangan adalah “nrimo”(menyerah kepada takdir)karena merasa tidak berdaya.
C.Urbanisasi dan Urbanisme
 A.Arti Urbanisasior sekunder
Urbanisasi adalah suatu proses perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Dengan demikian urbanisasi adalah suatu proses dengan tanda-tanda sebagai berikut:
Ø                  Terjadinya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota;
Ø                  Bertambah besarnya jumlah tenaga kerja non agraria di sector tersier(jasa)
Ø                  Tumbuhnya pemukiman menjadi kota
Ø                  Meluasnya pengaruh kota di daerah pedesaan mengenai segi ekonomi,social,kebudayaan,dan psikologis
B. Sebab-Sebab Urbanisasi
Pada dasarnya ada 3 hal utama yang menyebabkan timbulnya urbanisasi :
1.Adanya pertambahan penduduk secara alamiyah
2.Terjadinya arus perpindahan dari desa ke kota
3.Tertariknya pemukiman pedesaan kedalam lingkup kota, sebagai perkembangan kota yang sangat pesat di berbagai bidang, terutama yang berkaitan dengan tersedianya kesempatan kerja
Faktor-faktor pendorong (push factors) adalah factor-faktor yang ada pada masyarakat pedesaan sendiri mendorong penduduk  desa untuk meninggalkan daerah tempat kediamannya. Sedangkan factor-faktor penarik (pull factors) adalah faktor-faktor yang ada di perkotaan dan mampu menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap di perkotaan.
Apabila dianalisa lebih jauh lagi, ternyata bahwa sebab-sebab yang mendorong orang-orang desa untuk meninggalkan tempat tinggal asalnya adalah sebagai berikut:
1.Timbulnya kemiskinan di pedesaan.
2.Penduduk desa,terutama kaum muda-mudi,merasa tertekan oleh adat istiadat yang ketat,mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
3.Di desa-desa tidak banyak kesempatan untuk menambah pengetahuan.
4.Rekreasi,salah satu factor yang penting di bidang spiritual kurang sekali,dan kalau ada pekembangannya sangat lambat.
5.Penduduk desa yang mempunyai keahlian lain dari petani,misalnya saja  kerajinan tangan,menginginkan pasaran yang lebih luas bagi hasil kegiatannya yang hanya dapat di peroleh di kota.
6.Kegagalan panen yang di sebabkan berbagai sebab
7.pertentangan dalam lingkup social,baik antar kelompok,antar golongan,agama dll.
è    Factor-faktor tersebut antara lain:
1.penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa di kota banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan.
2.Usaha untuk mencari pekerjaan yang lebih sesuai denganpendidikan sebenarnya dilatarbelakangi oleh motif untuk mengangkat posisi social dengan cara pergi ke kota dan bekerja disana.
3.Bagi orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu,kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari control social yang terlalu ketat.
4.Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan,misalnya kerajinan membuat sepatu atau tas wanita.
5.Kelebihan modal dikota lebih banyak daripada di desa.
6.Pendidikan,terutama pendidikan lanjutan lebih banyak dikota dan lebih banyak didapat.
7.Kota merupakan tempat yang lebih menguntungkan untuk mengembangkan jiwa dengan sebaik-baiknya dan seluas-luasnya
8.Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam orang dari segala lapisan masyarakat.
C.Akibat-Akibat Urbanisasi
Hubungan antara desa dan kota bersifat timbal balik dalam arti baik desa maupun kota keduanya pengaruh mempengaruhi. Selanjutnya proses urbanisasiakan menimbulkan akibat lebih jauh lagi , antara lain:
1.Terbentuknya suburb (tempat-tempat pemukiman baru di pinggiran kota,akibat perluasan kota).
2.Makin meningkatnya tuna karya,
3.pertambahan penduduk kota yang pesat  menimbulkan masalah perumahan.
D.Usaha-Usaha Menanggulangi Urbanisasi
berbagai tindakan tersebut akan di uraikan secara singkat di bawah ini:
1.Lokal jangka pendek
a).Pembersihan daerah-daerah perkampungan melarat yang ada di tengah kota .
b).Perbaikan kampong melarat.
c).membuat dan melaksanakan proyek sites and service atau proyek plottownship.
d)Memperluas kesempatan kerja.
2.Lokal jangka panjang
Salah satu diantaranya adalah penyusunan masterplan (rencana induk),yaitu himpunan rumusan  tindakan-tindakan  yang harus menjaga sejumlah factor-faktor
3.Nasional jangka pendek
 Pemerintah dapat mengatur masalah migrasi(perpindahan) penduduk dari desa ke kota dengan peraturan perundang-undangan.
4.Nasional jangka panjang
Dalam perencanaan tingkat nasional dalam berbagai sector,proses urbanisasi mendapat perhatiaan secukupnya.dalam rencana pengembangan kota misalnya saja dapat direncanakan tindakan-tindakan sebagai berikut:
a)pemencaran pembangunan kota dengan membangun kota-kota baru.
b)rencana pembangunan daerah
c)mengendalikan industrialisasi di kota-kota besar
E.Urbanisme
untuk membentuk definisi”urbanisme”harus ada criteria tertentu,dan ada yang berpendapat  sebagai berikut:
1.adanya golongan penduduk di kota
2.ada suatu system pendidikan
3.adanya suatu kekuasaan politik
4.ada golongan pedagang dan pelayanan.
Menurut King dan Culledge(1978),urbanisasi dapat dikenal melalui empat proses utama keruangan(four major spatial processes)yaitu:
1.Adanya pemusatan kekuasaan pemerintah kota sebagai pengambil keputusan.
2.Adanya arus modal dan investasi untik mengatur kemakmuran kota dan wilayah di sekitarnya.
3.Difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh terhadap aspek social,ekonomi dll.
4.Migrasi dan pemukiman baru dapat terjadi apabila pengaruh kota secara terus menerus masuk ke daerah pedesaan.
KESIMPULAN
1. Masyarakat pedeasaan adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan bekerjasama yang berhubungan secara erat tahan lama dengan sifat-sifat yang hamper sama (homogen) disuatu daerah atau wilayah tertentu dengan bermata pencaharian dari sektor pertanian (agraris).Sedangkan masyarakat kota ialah masyarakat yang tinggal di tengah-tengah kota,gaya hidup individual,jalan pikiran yang rasional dan tidak terikat oleh adapt atau norma tertentu
2. Meskipun banyak sekali perbedaan antara masyarakat desa dan kota,namun diantara kedua komponen tersebut memiliki hubungan yang signifikan,artinya kehidupan perekonomian di kota tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak ada pasokan tenaga atau barang dari desa,begitu juga sebaliknya.

Sumber : http://dadi1234.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
 

Blogger news

Blogroll

About